• Cinta Karena Fisika, atau Cinta Fisika karena Cinta

    Satu kata yang kata orang itu indah, bahkan katanya bisa merubah amarah menjadi berkah, merubah setan menjadi malaikat , merubah racun menjadi madu, merubah api menjadi cahaya, dan ah sudah terlalu banyak para pujangga yang memberi makna tentang kata itu. Tapi bagiku itu hanyalah sebuah definisi yang sulit kumaknai sendiri, pendefinisian yang terkadang terlalu dimaknai khusus untuk satu tujuan, dan tak jarang hanya memeberi iming-iming kenikmatan, yang dapat  menggiurkan napsu remaja seusiaku, apalagi kalau bukan CINTA. Ya Cinta. Aku jadi ingat tokoh Ustadzah Ana dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih yang telah menguraikan kalimat indah tentang cinta “Ketika cinta telah ku uraikan dan ku jelaskan panjang lebar, namun ketika cinta ku datangi aku jadi malu pada diriku sendiri”. Dari sekian banyak uraian tentang cinta, uraian tersebutlah yang baru bisa ku maknai tentang arti cinta yang bemakna khusus itu (untuk lawan jenis).

                “Wajar saja bila Kau mulai bisa merasakan perasaan seperti itu, Ibu pikir itu perasaan orang normal, dan Kau pun sudah remaja, hanya saja perasaan itu ditujukan pada orang yang kurang tepat. Tidak masalah sebenarnya, Jika Kau menganggap hal itu bukan suatu masalah”, ujar ibu sambil mengiris bawang. Memang sudah menjadi kebiasaanku bila sedang membantu ibu di dapur ku curahkan semua keluh kesahku padanya. Jarang sekali, bahkan mungkin hampir tidak pernah aku membicarakan hal seperti ini. Aku terkenal lugu, kutu buku, dan hampir tidak ada waktu untuk memikirkan perasaan  pada lawan jenis,.


    “Semuanya Sarah rasakan banyak hikmahnya Bu, Sarah jadi suka sama pelajaran Fisika, tiap ulangan Sarah selalu dapat 100, Sarah juga selalu terpilih menjadi perwakilan sekolah dalam lomba-lomba Fisika Bu.Tapi  sungguh Sarah  tak pernah mengharapkan perasaan ini tumbuh Bu, perasaan ini tumbuh tanpa ditanam, sepertinya terlalu sering disirami keakraban, hingga akhirnya tempat itu menjadi subur dan mendorong perasaan seperti ini muncul kepermukaan”, ujarku sambil mengupas bawang disamping ibu.


    “Apa Kau tidak takut, hikmahnya hanya dapat dirasakan untuk sementara?, bagaimana kalau nanti Kau kelas XII Guru Fisikanya diganti?”, tanya ibu sambil mengambil wazan. Aku hanya membalasnnya dengan mengerutkan dahiku.


    Tentang definisi cinta yang diutarakan Ustadzah Ana, mungkin karena itulah, aku menyimpulkan setiap getaran yang berdetak dengan frekuensi tinggi, yang kerap kurasakan setiap kali aku bertemu  beliau, yang berujung dengan perubahan reaksi pada warna kulitku, bak ditetesi larutan asam yang seketika memerahkan kertas lakmus biru.

    Hingga menumbuhkan kebiasaan baru tentang perasaanku yang amat senang bila aku ditugaskan untuk mengumpulkan LKS sekelas, yang harus kuletakkan ke suatu ruangan berbentuk persegi panjang yang masih nampak sperti ruang kelas, namun yang berbeda meja yang dipergunakan kayu nya masih nampak bagus dan kursinya pun menggunakan kursi citos, dan satu bangku digunakan untuk satu orang guru yang jelas berbeda dengan ruang kelas, dimana satu bangku untuk dua orang siswa. Di banjar kedua dari arah pintu masuk, paling belakang, di sanalah meja beliau berada, yang tak pernah terlewat ku lirik ketika kebetulan aku ditugaskan bapak atau ibu guru untuk mengumpulkan lembar tugas di meja guru. Ketika memasuki ruangan itu perasaan bahagia dikombinasikan dengan rasa malu yang sering kueksekusikan dengan meunundukkan kepala. Apalagi bila tiba-tiba terdengar sapa Beliau, jantungku seolah berdetak 10x lebih cepat,  wajah-wajah guru-guru di ruangan yang penuh wibawa, seolah ku hiraukan.  Mungkin perasaan seperti ini yang kerap menjadi penyebab Ani sahabatku menjadi salting bila bertemu dengan pacarnya, sampai-sampai melupakan keberadaanku di sampingnya.


    “Bukannya hanya ingin dianggap sebagai adik, kok jadi minta yanglebih?”, ibu meneruskan sambil memasukan minyak ke dalam wazan yang sudah diletakkannya di atas kompor.


    Keakraban yang semakin terjalin bersama Beliau, sering ku anggap bentuk pengakuan menjadikanku sebagai adik, walau memang tak pernah terucap hal itu dari suara gagah Beliau. Tapi entahlah perasaan ini sudah terlanjur tumbuh dari awal, dan ketika terlalu sering disirami keakraban, bukan bentuk perasaan lain yang tumbuh, tapi justru perasaan yang sudah lebih dulu tumbuh itu yang terus tumbuh semakin kuat. Munafik  rasanya bila aku hanya ingin diakui oleh Beliau sebagai adik. Aku mempunyai kakak laki-laki, dan aku tak merasakan perasaan seperti ini pada kakakku itu. Tapi tak pantas pula rasanya bila aku mengharapkan balasan perasaan yang sama dari Beliau. Bagaimanapun Beliau adalah guruku.


    “Bu, ketika kita punya perasaan apapun, pada siapapun, alangkah baiknya tidak dipendamkan?”, tanyaku  sambil menghentikan aktivitas mengupas bawang, dan tangan kanan masih memegang pisau, sambil menoleh ke arah ibu.  “Hemh”, jawab ibu singkat.

              
    “Kata teman Sarah, sebaiknya sarah ungkapkan saja persaan Sarah pada Beliau, tapi sarah takut, sarah juga malu, menurut ibu bagaimana?”, tanyaku dengan masih memegang pisau.

     “Mengungkapkan perasaan pada seseorang itu memang membuat hati menjadi lebih plong, tapi banyak kemungkinan yang harus bisa kita hadapi nantinya, apapun itu,  diungkapkan atau tidaknya, kembali pada kesiapan Kau dalam menghadapi kemungkinan yang akan terjadi nantinya”, ujar ibu sambil mengaduk bawang yang sedang di goreng.

    “Sarah tak mengharapkan balasan apapun dari Beliau, Sarah pikir banyak kemustahilan bila menuju pada apa yang sebenarnya Sarah harapkan. Sarah hanya ingin mengungkapkan perasaan Sarah pada Beliau saja, yang Sarah pikir harus Sarah sampaikain di  7 hari menjelang pernikahan Beliau. Sarah juga tak merasa sedih jika hari Minggu nanti Beliau tak lagi sendiri. Lagi pula Beliau sudah menjodohkan Sarah dengan sesuatu yang membuat Sarah tahu tentang kemampuan Sarah, yaitu Fisika yang saat ini merupakan bagian dari cita-cita Sarah”, ujarku sambil membereskan kulit-kulit bawang yagng berserakan. “Ternyata anak ibu sudah dewasa”, canda ibu sambilmematikan kompor pertanda nasi goreng sudah siap untuk disantap.

    0 komentar

  • Copyright © 2013 - Nisekoi - All Right Reserved

    BBS FAJAR SHOBIH™ Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan