• CINTA yang AGUNG


     Adalah ketika kamu menitikkan air matadan MASIH peduli terhadapnya..

    Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu

    MASIHmenunggunya dengan setia..

    Adalah ketika dia mulai mencintai orang laindan kamu MASIH bisa

    tersenyum sembari berkata ‘Akuturut berbahagia untukmu’Apabila

    cinta tidak berhasil…

    BEBASKAN dirimu…

    Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnyadan terbang ke alam bebas LAGI ..

    Ingatlah…

    bahwa kamu mungkin menemukan cinta dankehilangannya..

    tapi..

    ketika cinta itu mati..

    kamu TIDAK perlu matibersamanya…

    Orang terkuat BUKAN mereka yang selalumenang..

    MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketikamereka jatuh

    0 komentar

  • Puisi - Malam ku tak berbintang




    Bersama dengan kebisingan langkah kaki...

    Deru motor yang berlalu lalang di sekitar ku,...

    Ku coba saemakin memandang sekitar ku......

    Ternyata, ....

    Smua sibuk dengan aktifitas,

    Dan akhir pekan mereka,,,,

    Rasa ingin bertemu orang-orang,

    Yang sangat mereka sayangi......

    Berbeda dengan aku,...

    Yang setiap malamnya ,...

    Hanya bertemankan sepi,

    Dentuman music dan tak lupa hanphone ku,

    Yang slalu setia menemani,

    Setiap hari-hari ku,

    Yang terkadang sangat membuat ku,

    Harus melewati masa buruk ,

    Yang tiba-tiba muncul,

    Di setiap langkah kaki berikutnya...

    Huffft........ letih,

    Bila harus menatap hari-hari yang telah berlalu,

    Seperti punya kenangan tapi tidak,,,,,

    Serasa memiliki arti tapi basi.......

    Heningnya malam ini,

    Memaksa ku untuk tetap bertahan,

    Di dalam malam,....

    Sepi mata bila memandang,

    Yang di atas kepala ku..

    Sama sekali hampa,

    Yang memenuhi ruangan kedap suara ini.......

    Kini aku hanya inginkan,

    Hari ini berlalu.....

    Berlalu,

    Bersama malam-malam ku yang sendiri.....

    Bersama mereka yang ku cintai....

    Bersama mereka yang nantinya,

    Ada dalam mimpi dan hidup nyata ku, .....

    Walau perlahan tapi pasti,

    Ku yakin malam ini .....

    Malam ku yang tak berbintang ini,,,,,,

    Pasti akan dapat ku ubah,

    Menjadi malam yang penuh dengan bintang,

    Dan cahaya bulan,...

    Dan keindahan itu....

    Ku harap akan segera muncul,

    Dan datang dari peraduannya.......

    Pergilah malam, ....

    Bawa semua kesepian,...

    Kesendirian dan kebekuan ...

    Yang kini berkelut,...

    Dalam redupnya cahaya malam akhir pekan ini........

    1 komentar:

  • Diary Sebuah Penantian


    13 Maret 1992
    cinta ini…
     apakah harus berhenti disini…
    Sebutir tanya aku ajukan untukmu. Butuh berapa lama lagi engkau akan memilih ku lagi? Jika itu sebuah jawaban, maka aku akan menunggumu. Meski raga ini semakin rapuh karena lelah menunggumu.

    Februari 1992 
    “ Aku tak akan pernah melepas mu
    kau tahu setengah mati aku mendapatkan cinta mu “
    Kata-kata itu dulu pernah kau tulis di diary biru ku. Dan aku masih percaya . Selalu percaya tepatnya.

    15 Desember 1991
    Kau tahu, saat ini aku sedang merajut sebuah syal biru. Aku ingin kau memakai nya sewaktu kamu berdinas. Angin laut tidak terlalu bagus untuk kesehatan mu.
    Semoga kau menyukai nya J


    Ntah sejak kapan aku mulai membaca diary kusam itu. Yang aku tahu diary itu penuh dengan coretan,bau amis,sobekan disana-sini,dan bercak darah.
    “Sial…”  semua ini gara-gara nenek menyuruh ku mengambil sekop di gudang lama. Buku diary terkutuk ini membawa aku dalam ketakutan dan selalu berhalunisasi.


    “Wuzss…” angin kencang menghentikan keluhanku. Tiga detik kemudian angin tersebut mereda, berganti jeritan panjang . Sontak aku berlari ke arah jeritan tersebut. Di sana. Di gudang lama itu jeritan itu berasal.


    Lima menit kemudian aku telah sampai di dalam gudang lama. Tak ada apa-apa. Yang ada hanya lah sebuah diary kusam itu lagi. Tergeletak di atas meja rias tua. Dengan gemetar aku berusaha mendekati diary itu.


    Masih dengan tangan gemetar, aku memegang diary kusam itu. Perlahan aku buka halaman demi halaman. “  Slurpp” aku seperti tersedot ke dalam satu pusaran.

    “ Brukk” aku terhempas ke atas ranjang empuk berwarna biru.
    “ Sial” kembali aku mengeluh. Ku lihat sekeliling ku. Sebuah ruangan yang tidak asing lagi buatku.
    “ Heyy,ini kan gudang lama itu” aku mengerjap kan mata ku. Tak percaya dengan pandangan ku. “Sejak kapan gudang lama penuh debu itu jadi sebuah kamar nan cantik khas remaja?” tanya ku pada diri sendiri sambil turun dari atas ranjang .


    Mendadak langkah ku terhenti. Di depan meja rias telah duduk seorang gadis cantik. Dia menyisir rambutnya. Tetapi matanya melihat ke arah luar jendela. 

    Sejenak mataku berkeliaran memandang sekitar kamar. Begitu banyak wanita yang aku lihat.
    “ i…i…tu….?”  Bukan kah itu gadis yang di depan meja rias tadi. Bagaimana bisa dalam waktu yang bersamaan gadis itu duduk membisu merajut sesuatu. “Dan…dan…” Bukan kah di sudut sana juga gadis itu? Lalu siapa gadis yang sibuk menulis diary itu? 

    “ Bukan kah mereka sama!!”
    “ Mereka memakai baju dengan warna yang sama ,biru”
    “ Wajah yang sama……”
    “Tangis yang sama…..”
    “Huaahhh,,, ini apa?!” aku berteriak kencang. Anehnya gadis-gadis tersebut seperti tak mengetahui keberadaan ku.

    Di sekeliling ku terdengar ratapan, tangisan, kemarahan, dan penderitaan.
    “Kenapa kau membuang syal ini………”
    “ raga ini, hati ini, dan segala yang ku punya……”
    “ hanya untuk mu “
    “kemana hilangnya senyum mu itu….???”
    “janji mu,, tak akan aku lupa”
    “ Aku tak tahu apa yang telah terjadi padamu. Selama kau berada disana,telah merubah hati dan sikapmu…..”
    “cinta ini… 
    apakah harus berhenti disini…”


    "tidurlah, rembulan ku bersama malaikat nya "
    Suara-suara mengerikan itu seolah-olah menyudutkan aku. Dan benar saja gadis-gadis berwajah sama tersebut bangkit, dan berjalan mengelilingi ku. Mengulang kata-kata yang sama.
    Ku lihat perlahan wajah mereka di penuhi oleh air mata darah. Menetes memenuhi kamar. Melihat keadaan yang tidak menguntungkan, membuat aku mual lalu perlahan semua nya terlihat gelap.

    01 Juli 1992
    ketika cinta menjadi sepi,
    tak ada lagi yang diharapkan.
    jelma rindu tak kan tergenapi lagi.

    luluh bercampur sunyi.

    segalanya terasa sia-sia.
      pagi tadi kau datang mengantar undangan pernikahan mu.
    kau sama sekali tak mengerti dengan aku, dan nyawa yang ada dalam perutku ini.

    04 Juli 1992
    Rasanya ingin ku akhiri hidup ini
    namun, selaksa cinta ini
    menghapus perihnya pengkhianatan mu

    06 Juli 1992 
    rembulan kecil telah lahir
    mengakhiri penantian ini
    lalu
    cinta ini… 
    apakah harus berhenti disini…  


    Aku membuka mata ku. Ini dimana? Ruangan ini begitu asing buat ku.
    “ Bulan, kamu sudah siuman” suara lembut dari seorang yang sangat aku kenal.
    “ nenek,aku dimana?” tanyaku lemas.
    Belum sempat nenek menjawab datang seorang lelaki paruh baya berbadan tegap menghampiri ku. Ku lihat ada penyesalan di wajah nya.


    “ Rembulan, anak ku. “ sesaknya.
    Aku semakin bingung. Kenapa laki-laki ini mengaku aku sebagai anaknya. Yang aku tahu ayah ku telah mati jauh sebelum aku di lahirkan.
    “maaf kan papa” laki-laki itu memelukku. Aku meronta. Aku berusaha menghubungkan antara diary kusam , gadis itu, dan semua ini.
    “nggag,nggag mungkin kamu papaku” teriak ku menjadi-jadi.
    “ aku gag mungkin punya papa pembunuh?!!” teriakku semakin kalap. 

    Aku berlari dari nenek dan laki-laki itu. Sekuat tenaga aku lari sekencang-kencangnya. Tanpa melihat kiri kanan jejalanan. Aku merasa tubuh ku begitu ringan. Tahu-tahu aku telah berada di rerumputan.Ku lihat di sampingku. Seorang laki-laki tergeletak berdarah. Siapa dia. Apa yang telah terjadi. 

    Dua jam kemudian.
    Aku terdiam menekuri nasib ku. Aku terlahir dengan cerita penantian dan pengkhianatan. Dua jam yang lalu ada seorang pengkhianat yang mengaku sebagai orang tua ku. Dan di ruangan tertutup itu ada malaikat yang telah menyelamatkan aku dari kematian. Gara-gara kebodohan ku, malaikat itu harus berjuang menghadapi kematian. Ini aneh. Bahkan malaikat pun bisa mati.


    Aku mengerti. Tak sepantasnya aku menghakimi laki-laki yang mengaku sebagai papaku.
    Kisah mereka, biarlah menjadi milik mereka. 
    Tanpa sadar sesosok cantik berpakaian ala bidadari telah berada disamping ku . Tersenyum. Menyuruh ku menutup mata ku. Dalam gelap ku lihat seorang laki-laki berdiri diterangi cahaya . Dia adalah malaikat tadi. Ku buka mata ku. Bidadari tadi telah melayang mundur. Sebelum menghilang dia mengangguk kan kepalanya kepadaku.


    Aku menjadi tak mengerti. Apa hubungannya malaikat itu dengan semua ini. Tanpa sengaja mataku tertuju pada sebuah buku yang telah terbuka.
    “Diary itu lagi “ aku segera memungutnya. Ku baca beberapa baris 

    Penantian telah benar-benar berakhir
    Sebab ….
    Diary biru ini telah habis
    Semoga rembulan mengerti
    Sementara aku larut dalam pikiran ku. Nenek dan orang yang menganggap aku sebagai anaknya datang dengan tergesa-gesa.
    Ntah mengapa aku merasa ingin memeluk laki-laki yang menganggap aku sebagai anaknya.
    “papa…” rengek ku.
    Orang yang aku sebut tampak terkejut, tapi itu tak bisa menyembunyikan rona bahagianya. 

    Tiga puluh menit kemudian.
    Malaikat itu sadar. Aku,nenek,dan papa berkumpul mengelilingi malaikat. Dia tersenyum ke pada ku. Aku merasa dia berusaha mencapai tangan ku. Dengan malu- malu aku menggenggam tangan kirinya. Karena tangan kanan nya masih terpasang inpus.

    Tiba-tiba dia mengucapkan ayah kepada papa ku.
    “ huahhh, jangan-jangan dia anak papa ku dari istri yang lain?” aku bertanya-tanya.
    Seakan tahu dengan apa yang aku pikirkan, papa berusaha menjawab.
    “ jadi Rio ini adalah anak nya temen papa yang meninggal karena kecelakaan karena itu sejak kecil sudah papa angkat jadi anak papa. “
    Rio mengerling manja kepada ku.
    “ uhh,dasar papa. Anak sendiri di telantarin, ehh anak orang di angkat-angkat!?” sungutku pelan.
    Dan semua tertawa.

    Setiap hari aku selalu menjenguk Rio. Maklum saja dia  mengalami patah kaki gara-gara menolong aku. Dari Rio aku tahu kalau ibu ku meninggal bukan karena bunuh diri tetapi karena hepatitis akut.


    Lalu aku pun bertanya kenapa dia menolong ku waktu itu.
    Dengan serius dia menjawab karena dia telah menyukai ku sejak lama.
    Dan cerita ku pun di mulai di sini….” 

    0 komentar

  • Ajari aku Mencintainya Bagian tambahan




    REUNI SMA Negeri 3 Bandung tahun angkatan 2011/2012. Aku membaca pelan undangan reuni SMA ku ini. Ini akan dilakukan 3 hari lagi. Hhhh! Aku menutup mata pelan. Berusaha menenangkan pikiranku setelah hampir 6 jam disibukkan mengajar anak TK ini. 

    Disaat itulah aku melihatnya lagi. Aku melihat kejadian ketika Furqan menyatakan perasaannya padaku. Dan betapa bodohnya aku, aku malah menolak Furqan. Padahal aku memiliki perasaan yang sama dengannya. Hhhh!! 


    Kuharap aku masih punya kesempatan lagi. Setidaknya untuk melihat Furqan. Menyadari keinginan ku itu. Aku membuka mata dan mengambil undangan reuni itu. REUNI. Mungkin Furqan akan dating di sana. 


    Harus kuakui. Aku dan Furqan semacam kehilangan kontak sama sekali. Terakhir bertemu dengannya saat aku pamitan akan kembali ke Aceh mengikuti Nenekku. Hanya sampai disitu. Terlebih lagi ponselku yang berisi nomer ponsel Furqan pun raib dicuri. 


    Tanpa tunggu lagi, aku langsung mengambil tasku dan menuju ke ruang kepsek. Aku ingin minta cuti. Dan siapa sangka kepsek memberikan cuti seminggu. Ku rasa seminggu itu cukup. Aku mengucapkan terima kasih. 


    Sampai dirumah, aku langsung mengambil baju dan memasukkannya ke dalam tas tangan yang cukup besar. Aku berencan untuk tinggal disana beberapa hari, setidaknya aku juga bisa melihat keadaan rumah peninggalan mendiang ayah dan ibu. 


    Setelah beberapa hari perjalanan, akhirnya aku sampai di Bandung. Aku menuju ke rumah orang tuaku dulu, dan berharap ada kamar kosong yang bisa kugunakan untuk tinggal beberapa hari ini. Pasalnya, rumah ini sudah dijadikan rumah kos-kosan. Ya. Mudah-mudahan saja. 


    Akhirnya hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Aku diantar oleh Rasma, yang menyewa kos-kosan di rumahku mengantar ku ke SMA ku tempat reuni itu. Hatiku deg-degan membayangkan bagaimana Furqan sekarang ini. Aku berdoa dalam hati agar Furqan bisa hadir dalam Reuni ini. Insya Allah. 


    Aku memasuki aula tempat reuni itu. Sampai acara dimulai aku terus saja mencari Furqan. Aku mendesah mendapati kenyataan bahwa tidak ada Furqan di sini bahkan setelah acara reuni ini selesai. Dan jadilah reuni yang kutunggu-tunggu menjadi hal yang tidak begitu penting lagi. 


    Sekarang penyesalan membumbung tinggi dalam hatiku. Semestinya aku tidak menolak Furqan, semestinya aku tidak pergi ke Aceh, dan semestinya ponselku tidak hilang. Aku berusaha menyalahkan semuanya. Bahkan aku sampai menyalahkan orang tua ku yang meninggal di saat yang tidak tepat. 


    Aku khilaf. Astagfirullah, aku mengucapkan kalimat itu berulang kali hingga aku menitikkan air mata. Aku terduduk di taman dimana aku dan Furqan dulu pertama kali bicara. Pelan-pelan air mataku terus jatuh hingga akhirnya mengalir dengan deras. 


    “Tidak ada yang salah“. Aku mengucapkan kalimat itu sambil menyeka air mata yang terus mengalir di pipiku . “Tidak ada yang salah kecuali aku. Aku benar-benar menyesal“
    “Uswah? Apa itu benar kau? “ 


    Aku berbalik mendapati suara yang tidak asing lagi di telinga aku. Senyumku merekah walau dengan air mata yang masih mengalir begitu mengetahui orang itu adalah Furqan. “Furqan? “ 


    “Ya ini aku. Furqan. Aku sudah mencari-carimu kemana-mana.“ Aku masih terdiam dan terus memandangi wajah Furqan. “Apa yang kau lakukan di sini. Ayo, kuantar kau pulang.“ 


    Aku menurut saja ketika Furqan memberikan ku isyarat agar mengikutinya. Aku masih sibuk memandangi punggung Furqan yang masih berjalan ketika tiba-tiba ia berhenti. Spontan aku pun berhenti. 


    “Aku sudah menunggu terlalu lama. 10 tahun Uswah.“ Furqan menunjukkan 10 jarinya “aku takkan basa basi lagi. Dengan seluruh kesadaranku, restu Allah, dan restu Orang tua ku“ Furqan berhenti bicara dan menarik napas dalam “Bismillahirrahmanirrahim mau kah kau menjadi pendampingku sampai Tuhan mencabut nyawa kita masing-masing?“ 


    Aku tidak pernah membayangkan ini. Aku dilamar Furqan? Ini sama sekali tidak ada dalam banyanganku. Hening. Sampai-sampai aku bisa mendengar dentingan detik jam tangan Furqan sama seperti dulu. 10 tahun lalu. 


    Ketika Furqan menyatakan perasaannya padaku dan aku menolaknya. Dan malah membuatku menyesal. Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama. “Bismillahirrahmanirrahim ya, aku bersedia. Agar kau bisa lebih mengAjari Aku Mencintai-Nya“ 

    0 komentar

  • Ajari Aku Mencintainya Bagian Akhir



    Tidak terasa satu tahun sudah aku mengenakan jilbab ini. Kain putih yang kugunakan untuk menutup auratku. Benar-benar perubahan yang mencolok dari seorang Honey. Seorang yang dulunya terkenal dengan image cantik, banyak pacar, banyak mantan, dan entahlah apalagi. Kalau boleh jujur aku senang dengan perubahanku ini.

    Aku senang bukan berarti semua ini terjadi begitu saja tanpa perjuangan yang keras. Awalnya, mantan-mantanku mengatakan bahwa aku salah pilih jalan, cewek-cewek centil yang dulu selalu bergaul dengan ku juga bilang aku kesambet setan entah darimana. Dan paling parahnya lagi, orang tuaku sendiri bahkan bilang aku sepertinya terkena amnesia, entah terbentur dimana.


    Lantas apa yang kulakukan? Bukan Honey namanya kalau tidak melakukan perlawanan dan mematikan orang-orang yang berkata begitu. Tapi, itu dulu. Sekarang, seperti yang diajarkan Furqan, semuanya akan indah jika dilandaskan dengan ketulusan dan keikhlasan serta ditopang dengan kesabaran.


    Aku mengerti apa yang Furqan katakan dan melakukan semuanya. Intinya, berkat Furqan aku bias melalui semua itu dengan baik. Dan sekarang, aku bukan lagi Honey yang cantik, banyak pacar, banyak mantan tapi menjadi seorang Uswahtun Hasanah yang muslimah. Merupakan pasangan yang cocok untuk Furqan.


    Sekarang, beralih ke tema lain. Aku adalah pasangan yang cocok untuk Furqan. Siapa yang bilang itu? Entahlah tidak ada yang tahu. Tidak jelas siapa yang bilang pertama, atau sejak kapan gossip itu beredar. Yang pasti, itu membuatku sadar akan suatu hal. Apa itu?


    Perasaan ku pada Furqan. Sebenarnya, apa perasaanku pada Furqan? Hanya seorang teman, sahabat, sahabat dekat, atau lebih? Aku masih bingung. Aku merasa perasaanku pada Furqan lebih dari sepasang sahabat dekat, ya, aku pikir begitu. Sayangnya, aku tidak pernah memikirkan perasaanku pada Furqan seperti itu. Kurasa, aku menyebut perasaan ini sebagai sesuatu yang berada antara kagum, sahabat, dan cinta.


    Itulah perasaanku pada Furqan. Masih mengambang. Tidak jelas. Lantas apa perasaan Furqan padaku? Bagaimana perasaan seorang Furqan pada ku? Aku masih sibuk menerka-nerka seperti apa perasaan Furqan padaku, sampai siang ini.


    Bel pulang berbunyi, aku sibuk memasukkan semua buku-bukuku dalam tas dan hendak pulang. Siapa sangka Furqan sudah berada di depan pintu kelasku. Apa yang dia lakukan? Tentu saja menungguku.
    “Assalaamualaikum“ sapaku pada Furqan dengan senyuman seperti biasa


    Furqan tidak menjawab salamku dan sibuk dengan tatapannya yang menatap… ke arahku! Mendapati aku sedang ditatap oleh Furqan aku menunduk, berusaha menyembunyikan wajah ku yang memerah lantaran malu. Furqan menggeleng sebentar dan akhirnya dia menjawab salamku “Waalaikum salam“
    “Ada apa? “


    “Tidak ada apa-apa, aku hanya mengingatkanmu, bada ashar nanti, ada pengajian di rumahku. Ibuku menyuruhmu untuk dating ke pengajian itu. “ Jelas Furqan siap “Kau tidak ada acara bukan?“
    Aku menggeleng pelan seraya berkata tentu saja tidak


    Akhirnya kami berdua berjalan beriringan. Furqan, sepeda tuanya, dan aku. Kami membicarakan banyak hal. Ya, setidaknya, lebih banyak dari yang dulu. Bahkan, kudapati Furqan tertawa , mendengar ceritaku tentang pendapat orang tuaku mengenai jilbab ku ini. Pemandangan yang langka melihatnya tertawa. Tanpa sadar aku menatap Furqan.
    “Uswah“ panggil Furqan padaku. Nada bicaranya agak aneh.
    Aku menggeleng sebentar dan menjawab “Ya?“


    Furqan menunduk sebentar dan memberhentikan langkahnya. “Aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya.“ Aku belum pernah menyatakan perasaanku pada perempuan mana pun. Kuperhatikan keringat dingin mengalir dari leher dan dahi Furqan. Setegang itukah dia?
    “Lalu?“
    “Maaf saja, jika aku menyatakan perasaanku padamu tidak seperti mantan-mantan mu yang lalu.“
    Otakku berjalan lebih lambat dari biasanya. Aku belum bias mencerna apa yang dikatakan Furqan. Aku harap kau bersedia menerima perasaanku padamu. Hening. Aku bahkan bias mendengar dentingan detik jam tangan Furqan saking heningnya. Padahal, ini jam sekolah. Motor, mobil saling membunyikan klakson bersahut-sahutan.


    “Tidak bisa.“ Kata-kata itu langsung keluar dari mulutku begitu saja. Refleks. Aku tidak bisa menerima perasaanmu itu Furqan. Mendengar itu Furqan terkejut begitu pula aku.
    “Maksudmu?“


    “Aku tidak bisa menerima perasaanmu itu. Aku belum siap. Aku masih perlu banyak belajar dengan kemuslimahanku ini. Sekarang ini, aku ingin focus Furqan. Aku ingin focus pada cita-citaku dan cinta-Nya.“ Jantungku berdegup kencang mengatakan itu. Alhamdulillah, ini cobaan lainnya.


    Furqan tersenyum masam. “Kau benar-benar berubah, Uswahtun Hasanah.“
    “Ya, itulah aku berkat kau.“ Jawabku dengan senyuman juga.
    “Lalu? Bagaimana perasaanmu padaku?“ Tanya Furqan lagi.


    Aku menghentikan langkahku, begitu juga dengan Furqan. Aku bingung harus berkata apa, Bismillahhirrahmanirrahim “aku juga punya perasaan yang sama padamu“ dan aku berlari kecil meninggalkan Furqan yang masih mematung dengan jawaban ku tadi.

    0 komentar

  • Bukan Hari Ini

    “kamu pergi selangkah lagi,kamu ga akan pernah liat aku untuk selamanya!” gertak Ufi
    Agung mengurungkan niatnya untuk mengakhiri hubungannya dengan Ufi. Untuk kesekian kalinya Agung harus mengalah,padahal sudah tidak ada rasa sayang di dalam dirinya untuk Ufi. Setiap Agung ingin mengakhiri hubungannya dengan Ufi,Ufi selalu mengancam bunuh diri,berhenti sekolah,dan hal-hal konyol lainnya.
    “aku harus gimana wi?” Agung bercerita lemas kepada sahabatnya,Tiwi
    “kamu cowo gung,kamu harus tegas dalam bersikap”
    “aku ga tega liat dia nangis,walaupun aku emang udah ga sayang sama dia. Dia posesiv dan selalu menganggap aku seperti bonekanya”

    “aku ngerti gung,tapi coba deh kamu pikirin lagi. Hubungan kamu sama dia tuh bukan hubungan yang sehari dua hari,kalian udah pacaran hampir tiga taun.”
    “ya tiga taun,dan selama itu pula aku ngebohomgim perasaan aku sendiri” perkataan Agung cukup membingungkan Tiwi.
    “maksud kamu gung? Tanya Tiwi bingung.
    “ah engga wi gapapa,aku balik dulu yaaa..see you” Agung bergegas meninggalkan Tiwi.

    Di sekolah,Tiwi celingukan mencari Agung. “agung kemana di,kamu liat ga?” tanya Tiwi kepada Dio.
    “gatau,tumben kamu gatau Agung dimana,kamu kan sahabatnya”
    “justru itu di,dari semalem aku lost contact sama Agung”
    “gitu tuh kalo orang lagi galau”
    “iya di,kasian Agung galau gara-gara Ufi”
    “gara-gara Ufi? Di galau gara-gara kamu Tiwi!”
    “gara-gara aku? Maksud kamu?”
    Teeeeettt...teeeeettt...belum sempat Dio menjawab,bel masuk kelas berbunyi. Ga ada konsentrasi Tiwi untuk hari ini,pikirannya terpusat kepada ucapan Dio tadi. Berkali-kali dia ditegur guru karena melamun.
    Sepulang sekolah Tiwi bergegas mengahmpiri Dio untuk meminta penjelasan atas ucapannya tadi.
    “emang Agung ga bilang sama kamu wi?”
    “dia cuma cerita soal hubungannya sama Ufi aja di”

    “kamu masih suka sama Agung wi?”
    “hah...em..aku...aku..gamungkin lah aku suka sama sahabat aku sendiri di” jawab Tiwi gagap.
    “udalah wi,aku tau semuanya,aku tau dari awal masuk sekolah dulu kamu udah suka kan sama Agung...begitu juga dengan Agung.”
    “APA?”


    Akhirnya panjang lebar Dio menceritakan semuanya,bahwa sebenarnya diam-diam Agung menyimpan perasaan pada Tiwi. Agung terpaksa menutupi perasaannya rapat-rapat karena tak ingin memperkeruh suasana. Dari kecil Agung sudah dijodohkan orang tuanya dengan Ufi. Ufi adalah anak dari sahabat ayah Agung yang telah meninggal dunia. Ayah Agung berjanji akan membahagiakan Ufi dengan menjodohkannya dengan Agung. Agung tak kuasa menolaknya karena dia merasa dengan menuruti perintah ayahnya dia bisa menjadi anak yang berbakti. Walau hatinya hanya tertuju pada satu nama...Tiwi Chlareina


    Dikamar Tiwi menangis sesegukan. Dia mengira hanya dirinyalah yang menyimpan rasa untuk Agung,tapi ternyata Agung pun sama. Kini perasaannya menjadi tak karuan. Perasaan yang begitu dalam tak mungkin dia lenyapkan bagitu saja. Karena semakin hari perasaanya justru semakin dalam kepada Agung. Dibalik benteng persahabatan,tersimpan perasaan yang manis dari keduanya. Yang tak bisa mereka persatukan.


    “wi...” seseorang yang memanggil Tiwi membangunkan Tiwi dari tangisannya..
    “Agung? Ngapain kamu kesini?” tak disangkan Agung menghampiri Tiwi dikamarnya.
    “Dio udah nyeritain semuanya?”
    “udah” jawab Tiwi singkat. Dengan sekejap Agung memeluk erat tubuh Tiwi. Dan saat itupula air mata Tiwi membasahi baju Agung.
    “aku sayang kamu Tiwi!”
    “lepasin aku gung,lepasin!”


    “engga wi,ijinkan aku memeluk kamu,ijinkan aku memeluk orang yang aku sayang”
    “agung lepasin!” Tiwi mendorong tubuh agung menjauhi dirinya.
    “kamu punya Ufi gung,lupain aku..” Tiwi berkata disela tangisannya.
    “aku ga akan pernah lupain kamu dan perasaan ini,jangan pernah paksa aku buat ngelakuin itu. Aku pengen kamu jujur. Bilang sama aku kalo kamu sayang sama aku”
    “buat apa? Buat apa aku bilang kaya gitu,ga akan bikin keadaan berubah kan?”
    “tapi wi..”
    “sekarang kamu pergi dari sini! PERGI!!!”
    Maafin aku gung,aku gamau perasaan ini semakin dalam,aku gamau berharap lebih. Aku sayang kamu gung..

    Kini Agung meninggalkan Tiwi,tapi tidak dengan hati dan perasaannya...
    Wi....percayalah kita akan bersama,walau bukan hari ini..

    0 komentar

  • Copyright © 2013 - Nisekoi - All Right Reserved

    BBS FAJAR SHOBIH™ Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan