Posted by : Unknown
Senin, 21 Mei 2012
Tidak terasa satu tahun sudah aku
mengenakan jilbab ini. Kain putih yang kugunakan untuk menutup auratku.
Benar-benar perubahan yang mencolok dari seorang Honey. Seorang yang
dulunya terkenal dengan image cantik, banyak pacar, banyak mantan, dan
entahlah apalagi. Kalau boleh jujur aku senang dengan perubahanku ini.

Lantas apa yang kulakukan? Bukan
Honey namanya kalau tidak melakukan perlawanan dan mematikan
orang-orang yang berkata begitu. Tapi, itu dulu. Sekarang, seperti yang
diajarkan Furqan, semuanya akan indah jika dilandaskan dengan ketulusan
dan keikhlasan serta ditopang dengan kesabaran.
Aku mengerti apa yang Furqan
katakan dan melakukan semuanya. Intinya, berkat Furqan aku bias melalui
semua itu dengan baik. Dan sekarang, aku bukan lagi Honey yang cantik,
banyak pacar, banyak mantan tapi menjadi seorang Uswahtun Hasanah yang
muslimah. Merupakan pasangan yang cocok untuk Furqan.
Sekarang, beralih ke tema lain.
Aku adalah pasangan yang cocok untuk Furqan. Siapa yang bilang itu?
Entahlah tidak ada yang tahu. Tidak jelas siapa yang bilang pertama,
atau sejak kapan gossip itu beredar. Yang pasti, itu membuatku sadar
akan suatu hal. Apa itu?
Perasaan ku pada Furqan.
Sebenarnya, apa perasaanku pada Furqan? Hanya seorang teman, sahabat,
sahabat dekat, atau lebih? Aku masih bingung. Aku merasa perasaanku pada
Furqan lebih dari sepasang sahabat dekat, ya, aku pikir begitu.
Sayangnya, aku tidak pernah memikirkan perasaanku pada Furqan seperti
itu. Kurasa, aku menyebut perasaan ini sebagai sesuatu yang berada
antara kagum, sahabat, dan cinta.
Itulah perasaanku pada Furqan.
Masih mengambang. Tidak jelas. Lantas apa perasaan Furqan padaku?
Bagaimana perasaan seorang Furqan pada ku? Aku masih sibuk menerka-nerka
seperti apa perasaan Furqan padaku, sampai siang ini.
Bel pulang berbunyi, aku sibuk
memasukkan semua buku-bukuku dalam tas dan hendak pulang. Siapa sangka
Furqan sudah berada di depan pintu kelasku. Apa yang dia lakukan? Tentu
saja menungguku.
“Assalaamualaikum“ sapaku pada Furqan dengan senyuman seperti biasa
Furqan tidak menjawab salamku
dan sibuk dengan tatapannya yang menatap… ke arahku! Mendapati aku
sedang ditatap oleh Furqan aku menunduk, berusaha menyembunyikan wajah
ku yang memerah lantaran malu. Furqan menggeleng sebentar dan akhirnya
dia menjawab salamku “Waalaikum salam“
“Ada apa? “
“Tidak ada apa-apa, aku hanya
mengingatkanmu, bada ashar nanti, ada pengajian di rumahku. Ibuku
menyuruhmu untuk dating ke pengajian itu. “ Jelas Furqan siap “Kau
tidak ada acara bukan?“
Aku menggeleng pelan seraya berkata tentu saja tidak
Akhirnya kami berdua berjalan
beriringan. Furqan, sepeda tuanya, dan aku. Kami membicarakan banyak
hal. Ya, setidaknya, lebih banyak dari yang dulu. Bahkan, kudapati
Furqan tertawa , mendengar ceritaku tentang pendapat orang tuaku
mengenai jilbab ku ini. Pemandangan yang langka melihatnya tertawa.
Tanpa sadar aku menatap Furqan.
“Uswah“ panggil Furqan padaku. Nada bicaranya agak aneh.
Aku menggeleng sebentar dan menjawab “Ya?“
Furqan menunduk sebentar dan
memberhentikan langkahnya. “Aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya.“
Aku belum pernah menyatakan perasaanku pada perempuan mana pun.
Kuperhatikan keringat dingin mengalir dari leher dan dahi Furqan.
Setegang itukah dia?
“Lalu?“
“Maaf saja, jika aku menyatakan perasaanku padamu tidak seperti mantan-mantan mu yang lalu.“
Otakku
berjalan lebih lambat dari biasanya. Aku belum bias mencerna apa yang
dikatakan Furqan. Aku harap kau bersedia menerima perasaanku padamu.
Hening. Aku bahkan bias mendengar dentingan detik jam tangan Furqan
saking heningnya. Padahal, ini jam sekolah. Motor, mobil saling
membunyikan klakson bersahut-sahutan.
“Tidak bisa.“ Kata-kata itu
langsung keluar dari mulutku begitu saja. Refleks. Aku tidak bisa
menerima perasaanmu itu Furqan. Mendengar itu Furqan terkejut begitu
pula aku.
“Maksudmu?“
“Aku tidak bisa menerima
perasaanmu itu. Aku belum siap. Aku masih perlu banyak belajar dengan
kemuslimahanku ini. Sekarang ini, aku ingin focus Furqan. Aku ingin
focus pada cita-citaku dan cinta-Nya.“ Jantungku berdegup kencang
mengatakan itu. Alhamdulillah, ini cobaan lainnya.
Furqan tersenyum masam. “Kau benar-benar berubah, Uswahtun Hasanah.“
“Ya, itulah aku berkat kau.“ Jawabku dengan senyuman juga.
“Lalu? Bagaimana perasaanmu padaku?“ Tanya Furqan lagi.
Aku menghentikan langkahku,
begitu juga dengan Furqan. Aku bingung harus berkata apa,
Bismillahhirrahmanirrahim “aku juga punya perasaan yang sama padamu“ dan
aku berlari kecil meninggalkan Furqan yang masih mematung dengan
jawaban ku tadi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar