• Puisi - Sangkar Kecewaku




    Sejenak ku terpaku
    Masih terbayang jelas lukaku
    Minggu lalu!
    Sesak batin ini menahannya
    Terhimpit duka, lara, dan nestapa
    Tak sempat terfikir sebelumnya
    Kau kan beranjak…menjauh…
    Tinggalkan ku begitu saja!
    Tahukah apa yang ku rasa saat itu?
    Kecewa!
    Hancur!
    Sakit!
    Luka!

    Sadarkah dengan apa yang t’lah kau lakukan?
    Begitu dalam luka yang kau goreskan
    Hingga terlalu pedih sakit yang ku rasakan…
    Yah!
    Luka yang membahana hingga kini masih ada
    Disini…dalam dada…
    Ku akui, muak aku melihatmu!
    Ingin rasanya ku membencimu
    Tapi apa daya? Aku tak kuasa!
    Rasa sayang yang ku miliki
    T’lah mengakar kuat padamu
    Terlanjur…dan terlalu dalam ku tanamkannya
    Sulit, bila harus dicabut kembali…
    Goresan luka yang kau torehkan
    T’lah menjadi serpihaserpihan
    Yang seakan menggambarkan
    Betapa hancurnya diriku oleh sikapmu…
    Kau rubah senum yang tersungging di bibir
    Menjadi air mata yang deras mengalir di pipiku
    Pupus sudah semua angan dan impian
    Hilang harapan, tinggallah kenangan
    Kini, kau jauh diatas jangkauan tanganku
    Akankah ku bisa meraihmu kembali?
    Atau mungkinkah hanya aku wanita khilaf
    Yang terlalu setia tuk sebuah cinta semu?
    Tanyaku…
    Haruskah ku tahan dan batasi rasa sayang ini?
    Bilakah jika kau perbaiki kisi-kisi luka
    Yang pernah kau torehkan?
    Mungkinkah lika ini kan cepat sirna
    Mengingat betapa pahit dan pedihnya
    Romantika hidup yang ku jalani?
    Pada akhirnya…
    Ku hanya bisa mengenangmu
    Dalam “Sangkar Kecewaku”
    Ya Tuhan,
    Kuatkanlah hatiku…
  • Cukup Samapi Disini



    Misteri apa yang sebenarnya ada dalam hidup ini? Aku menerimanya tanpa mampu memecahkannya. Apa arti kehidupan sesungguhnya? aku menjalani tanpa tahu makna sebenarnya. Apa sejatinya waktu? Aku membiarkannya berlalu tanpa tahu alasannya berlalu. Dan apakah sejatinya CINTA?

    Yeah, akulah gadis patah hati yang menyimpan harapan kosong. Semua orang memanggilku “Mawar”, nama pemberian orang tuaku. Mereka memberiku nama Mawar bukanlah tanpa arti. Mereka ingin aku layaknya bunga mawar yang indah dipandang mata, namun tak sembarang orang bisa memetiknya. Dengan warna merah bunganya yang melambangkan keberanian. Tapi fakta berputar haluan. Aku pernah jatuh dalam pelukan orang yang salah. Aku tak lagi setegar dulu, aku rapuh. Bahkan aku tak punyai keberanian tuk ungkap bahwa sejatinya ku masih menyayanginya.
    Woy, ngelamun aja kerjanya!” Nisa mengagetkanku. Seketika, aku pun tersadar dari lamunan.
    “Eh, Nis…nggak,kok. Aku cuman…” Belum sempat ku temukan alasan tepat untuk mengelak, Nisa buru-buru memotong perkataanku.
    Cuman mengenang masa lalu! Iya, kan?!”
    Aku hanya terdiam. Menatap matanya. Dia pun membalas tatapanku. Seakan masih menyimpan beribu tanya yang kapan pun siap menghujamku. Aku menunduk. Tak terasa telah menetes kini kristal-kristal bening dari mataku. Nisa memelukku. Pelukan hangat seorang sahabat yang ia berikan padaku.
    “Sudahlah, War. Aku tahu gimana perasaanmu. Tapi bukan berarti kamu harus berlarut-larut dalam kesedihan gini, kan?! Come on Baby, get up from your dream!” Supportnya. “Masih ada aku, teman-teman, keluargamu yang juga menyayangimu.”
    “Tapi, Nis. Sulit bagiku buat lupain dia!”
    “Mawar, lihat aku! Mungkin aku memang belum pernah mngalami hal sepertimu, tapi aku sudah bisa tahu peranku bila aku ada diposisimu.”
    “Apa?”
    “Berusaha keras untuk menjauhinya, tidak mengingatnya, bahkan melupakannya.” Terangnya.
    “Tapi nyatanya gak semudah itu, Nis.”
    “Bisa. Semua tergantung niat.”
    Suasana menjadi hening. Bahkan hembusan angin yang memainkan dedaunan pohon disamping rumah pun nyaris jelas terdengar.
    “Ah sudahlah, mungkin kamu bisa menimbang kembali perkataanku. Oh, iya, aku kesini tadi cuma mau balikin komik Conan-mu ini kok. Makasih ya, ceritanya bagus.” Ucapnya seraya menyodorkan komik itu padaku. Aku menerimanya dengan sedikit senyum khas ku.
    “Sama-sama.” Ucapku lirih.
    “Oh, ya, coyi tadi gak sempat ngetuk pintu kamarmu. Sengaja. He,he,he,”
    “Iya, gak pa-pa kok. Ah, kamu, kayak baru kenal aku aja.
    Perbincangan kita hanya sampai disitu, karena Nisa keburu pamit, takut kesorean.
    JJJ
    Malam ini aku kembali merenung dibawah sinar bulan purnama. Masih teringat kata-kata sahabatku-Nisa-tadi siang. Apa mungkin karena memang aku tidak berniat untuk melupakannya? Tapi harus ku akui, aku memang masih selalu mengharapnya kembali.
    Hmmm…
    Hembus bayu malam itu, kembali menyibak tirai masa lalu, membawaku dalam kenangan kelam didalamnya.
    JJJ
    Dua tahun lalu, aku masih bersamanya, dia masih milikku, aku masih bahagia. Tapi sejak saat itu…saat ia t’lah temukan sosok yang lebih dariku, semuanya terenggut sudah. Angan hancur, impian musnah. Seakan nasib berbalik 180 derajat dari sudut semula.
    Sore itu, alangkah terkejutnya aku saat ia berkata, “Sorry, sebaiknya kita akhiri saja hubungan ini. Aku gak pengen kamu sakit hati.”
    “Kenapa? Apa kamu pikir sekarang pun aku belum sakit hati?!” selorohku tak terima.
    Ia diam. Entah masih mencari alasan atau bahkan sudah tak menemukan alasan lagi tuk menjawab pertanyaanku. Sejenak suasana terasa hening. Sengaja ku biarkan angin memainkan rambutku. 1 detik, 2 detik, 3 detik berlalu seiring irama detak jantung, ku masih mematung menunggu jawaban darinya. Dan pada detik ke-7 inilah …entah apa yang telah ia pikirkan dan akan ia utarakan.
    “Sebelumnya ma’af, aku gak bisa lagi menyayangimu.”
    Ssrrrt…seakan ada sesuatu yang tergores di dalam sini. Yah, hatiku! Serasa sebilah belati telah menyayatnya. Sejenak aku tercengang sembari berharap  ia akan merevisi ulang ucapannya barusan. Namun seketika, aku tersadar bahwa itu tak mungkin terjadi.
    “Baik, aku penuhi tantanganmu. Trim’s buat semuanya.” Ouch! Apa yang telah ku katakan barusan. Bahkan hatiku bertambah miris mendengar ucapanku sendiri.

    “War, aku tahu kamu pasti terluka dengan keputusan ini. Kamu boleh membenciku. Tapi sekali lagi aku mohon, ma’afkan aku.” Entah memang terpasang atau sengaja di pasang, dengan nada suara yang tenang dan raut penyesalan diwajahnya ia berkata seperti itu. Sedang aku, menatapnya lantang, seakan menantang.
    “Hey,” Ku kibaskan tanganku kearahnya. “Tatap mataku, lihat! Adakah kebencian yang tersirat disana? Gak ada, kan?! Lagipula  aku gak terluka, kok. Jangan terlalu merasa dech, Yoz! Aku gak pa-pa, kok.” Ck, kemunafikan apa lagi ini? Mengaku tak terluka, sementara sudah dari tadi aku menahan bendungan air mata yang tak mungkin ku tumpahkan sekarang, di depan Yozhi.
    “Ah, sudahlah! Aku  sadar, setiap awal akan menemukan akhir. Seperti halnya kita, bertemu untuk berpisah. Pertama kenal kita berteman, sekarang bubar pun ku harap kita masih bisa menjadi teman.” Terang ku.
    Secepatnya ku akhiri perbincangan sore itu. Segera ku bergegas pulang meninggalkan Yozhi tanpa menoleh lagi. Langkah pertamaku beranjak, diiring serta dengan Kristal bening yang jatuh dari mataku tanpa ku pinta.
    Senja itu, menjadi saksi bisu berakhirnya hubunganku dengan Yozhi, sekaligus membawa pergi cinta Yoz untukku, bersama terbenamnya sang fajar.
    JJJ
    Hiks, hiks, hiks.
    Tanpa terasa basah kembali pipi ini, setelah terputar ulang history of loveku bersama Yoz. Ku ambil pulpen dari kotak pensilku. Ku buka lembar diary yang masih kosong.
    Dengan segenap perasaan kacau, ku coba mengukir kata tuk lukiskan perasaanku. Kata demi kata ku rangkai. Sesekali ku mainkan pulpen dengan memutar-mutarnya, mencari kata yang tepat tuk puisi amatir ku ini.
    Yeah…akhirnya selesai juga karya amatirku ini. Meskipun amatir, setidaknya dapatlah mengurangi beban ku karena Yoz.
    Tlah pergi sosok itu
    Jauh nian ia melangkah
    Pergilah dengan sejuta kenangan
    Enyahlah dari hidupku
    Dan bawa semua tipuan cinta
    Yang pernah kau beri padaku
    Oh, akhirnya…
    Berujung sudah permainan sandiwara ini
    Ikhlas kini ku lepas jantung hati
    Ku yakin tuk melangkah lagi
    Tanpa sesal dan emosi
    Kan ku curah dalam pekat malam
    Tentang pergimu ke lain hati
    Duka yang dulu bersarang
    Hingga kini lekat tersimpan
    Ingin rasanya ku tahan
    Rindu yang menggebu
    Harap ku bisa tuk hapus kenangan lalu
    Nan ku buka lembaran baru
    Seuntai kata dariku
    “Terimakasih” atas segala luka
    “Terimakasih” atas semua dampa
    Kini, tak ku biarkan tersisa torehan luka
    Kelak jejakmu kan terhapus
    Bersama bahagia…
    Begitulah…
    Ku tutup diary itu, ku taruh di tempat semula. Dari sini seolah ku mendapat kekuatan lagi, karena ku lega setelah mencurahkan segala isi hatiku pada karya amatirku itu. Kekuatan tuk tetap tegar dalam menjalani hidup ini. Sendiri. Untuk saat ini.
    Karena ku yakin, suatu nanti ‘kan datang seorang yang mengulurkan tangannya dan membantuku bangkit dari kesendirianku selama ini, dan hanya untukku.
    Nisa benar, harus ada niat.
    “Cukup sampai disini bayangmu menyiksaku, Yoz. Biarkan aku bebas dari belenggu cinta semu-mu selama ini. Aku bukan orang munafik yang mau memendam perasaanku. Ku akui, aku masih menyayangimu. Sayangnya, telingamu terlalu tuli ‘tuk mendengarnya, dan perasaanmu tidaklah peka untuk merasakannya.”
    Malam ini, ku pejamkan mata menuju mimpi tanpa sesal dan emosi. Tak lupa ku berdoa, berharap semoga esok akan lebih baik. Dan mentari pagi ‘kan menyapaku dengan senyum hangatnya, menyumbangkan sedikit energinya untukku lebih kuat dari yang sudah-sudah saat berpapasan dengan Yoz esok pagi di sekolah.
    Hmmmp…
    SELESAI.
  • SAAT CINTA TAK DI PIHAKKU

    “Treng....treng treng....” bunyi bell terdengar begitu jelas di kelasku.
    “See you next time,” ucap Mr. Mike mengakhiri pelajaran hari ini. Semua anak membereskan buku-bukunya. Yeaah kecuali aku, aku hanya melamun, entah apa yang melayang-layang dipikiranku saat itu.
    “Heh, kamu kenapa sich?” suara Ina yang cempreng dan begitu keras melintas ditelingaku, sontak membuatku kaget.
    “Iya nih, dari tadi kamu diem terus. Sakit yah Han?” tanya Elsa dengan nada cemas.
    Aku tergagap.
    “Hah?, gak kok. Aku Cuma sedikit pusing,” jawabku berusaha meyakinkan mereka.
    “Bener?” tanya Elsa lagi yang ku jawab dengan anggukkan.
    #     #     #
    “Hai hanny, kamu udah sehatan?” tanya Elsa. Sepertinya dia kelkihatan kangen sama aku. Secara aku kan teman sebangkunya, udah tiga hari gak masuk.
    “Iya, aku sehat kok,” sambil berpelukan dengan kedua sahabatku.
    “Eh eh....ada cerita seru lho,” kata-ku penuh semangat.
    “Apa....apa?” Ina dan Elsa begitu antusias.
    “kalian tahu ga?, selama aku diopname, Mr. Mike sering banget nengokkin aku,” jelasku sambil nyengir.
    “Hah...yang bener loe?” jawab Ina tak percaya.
    “Ooooohh....pantesan” timpal Elsa sambil memanggut-manggutkan kepalanya.
    “Apa?” serempak aku dan Ina membuat Elsa melotot kaget.
    “itu...” Elsa berlaga sok mikir. “kemarin-kemarin pas aku mau pulang, Mr. Mike nanyain kamu Han, terus dia juga nanyain buah-buahan apa yang kamu suka” ceritanya.
    “Terus kamu jawab apa?” tanyaku penasaran.
    “Aku jawab___ kamu suka buah____kedondong !!!!” jawab Elsa yang benar-benar membuatnya ngakak. Elsa terdiam ketika melihat aku nampak kecewa. “Sori dech. Tapi kamu tahu gak? Mr. Mike malah jawab oh doang, itu saking gak percayanya kali ya? Seorang hanny masa sich suka kedondong.” Kali ini gak hanya Elsa yang ikut-ikuttan nyengir, tapi Ina yang dari tadi diam saja tertawa sejadi-jadinya.
    “Nah...bener gak, pasti si Mr. Bawain kamu kedondong?” tebak Elsa sambil mengarahkan dua jari telunjuknya ke arahku.
    “Iya” jawabku singkat dengan mimik muka kecewa. Dan sepertinya Elsa dan Ina mau ketawa lagi, hanya saja mereka tahan karena melihat aku cemberut. Hee..he.. jadi malah aku yang ke-GRan. Berarti dugaan kedua temanku benar, kalo si Mr. suka sama aku. Batinku sangat senang.

    #     #     #

    1....2....3....4....5.....6....
    Sampai sekarang aku merasa semakin dekat dengan Mr. Mike. Dan aku yakin kalo dia suka sama aku. Yeah walaupun Mr. Mike guruku tapi usianya gak tua-tua amat. Aku tujuh belas tahun dan dia dua puluh satu tahun, beda tipis lach. Dia juga kelihatan masih keren. Hhee..
    “kring....kring....” bunyi weaker-ku. Aku masih terlelap dibantal empukku.
    07:30. Aku bergegas mandi,sarapan dan akhirnya beres tepat pukul delapan. Hari ini hari minggu. Aku dan kedua sahabatku ada rencana pergi melihat pameran.

    “waaaaaaah....lukisannya keren” komentarku melihat sebuah lukisan. Dilukisan itu nampak sebuah pemandangan yang menurutku super indah yang tak pernah kutemui di bumi. Dan disana juga nampak sepasang kekasih yang sangat romantis, duduk dibangku dan__menikmati pemandangan itu.
    “Hmm. Romantis yach” kata Elsa seolah-olah membaca pikiranku.
    “To__tuw__iiit__” timpal Ina kemudian dengan nada yang super lebay.
    Tiba-tiba pandanganku terlempar ke arah sosok yang ku kenal.
    “Mr?????” kataku dengan pelan, tapi cukup terdengar oleh kedua sahabatku. Dan buktinya mereka berdua langsung mengikuti arah pandanganku.
    “Hah....Mr? siapa cewek itu?” tanya Elsa heran dan mewakili aku untuk bertanya siapa cewek itu.
    “Mr. Mike” teriak Ina dengan tiba-tiba. Terlihat Mr. Mike diujung sana melambaikan tangannya yang langsung dibalas oleh Ina.
    “Hi anak-anak. Kalian ternyata datang juga” sapa Mr. Mike setelah tepat dekat dengan kami. Halooo!!!!!! Apa maksudnya ‘anak-anak’ batinku kesal mendengar sapaan Mr. Mike.
    “Iya” kataku dengan nada sinis sambil mengangkat sebelah alisku melihat seorang perempuan yang memegang tangan Mr. Mike. MENYEBALKAN!!!!!!!!!
    “Mr. ini siapa?” kata Ina. Pertanyaan itu sebenarnya sudah melayang-layang sejak tadi di atas kepalaku, hanya saja aku pura-pura tak peduli.
    “Oh iya, aku lupa. Kenalkan ini tunanganku. Sarah” jawaban Mr. Mike sepontan membuat kakiku tak kuat berdiri. Ina dan Elsa memandang tak percaya.
    “Hi anak-anak. Saya sarah” sapa wanita itu kemudian sambil menjulurkan tangannya ke arahku yang berada paling dekat dengan-nya di antara sahabatku. Aku tak menyambut tanganya. Aku masih merasa tak percaya, lalu tangan Ina lah yang menyambut tangannya. Dan aku. Aku lari menjauhkan diri dari kenyataan yang telah kudengar yang  begitu menyakitkan.
    #     #     #

    Hari senin. Seminggu setelah peristiwa menyakitkan di pameran minggu lalu. Istirahat pertama aku di panggil keruang Kepala Sekolah.
    Assalamualaikum” ucapku sopan memasuki ruangan.
    wakaikunsalam. Silahkan duduk Hanny” jawab pak Kepala Sekolah. “ Bapak tahu masalah kamu Hanny. Tapi sebaiknya bukan bapak yang meluruskan ini semua, toh ini bukan urusan bapak kan? Dan bapak harapkan kamu mengerti seteleh ini” jelasnya panjang lebar yang membuat aku binging tak mengerti. Tak beberapa lama setelah Kepala Sekolah keluar ruangannya, seseorang datang.
    “Hanny” panggilnya. Aku tak mennjawabnya dan aku kenal dengan si pemilik suara itu. Dan tepat___dia Mr. Mike. Mau apa dia kesini? Apakah dia yang dimaksud oleh Pak Kepala Sekolah tadi?
    Aku hanya terdiam menungghu apa yang akan di sampaikan Mr. Mike padaku.
    “Aku tahu kamu marah sama aku. Kamu berhak melakukannya” dua kalimat yang kudengar membuat aku sedikit mengangkat kepalaku. “Maaf kalo aku mengganggu aktivitas istirahatmu. Aku memanggilmu kesini, karena aku ingin menjelaskan semua kesalapahaman diantara kita” jelasnya kemudian sambil berdiri di depanku yang tengah duduk.
    “Kesalahpahaman?” aku mulai bicara, karena aku tak mengerti apa maksudnya.
    “Iya Hanny. Aku tahu kamu dan aku sangat dekat, tapi bukan berarti aku suka sama kamu. Aku tahu kamu suka padaku, aku juga begitu. Hanya saja aku menyukaimu sebagai adik. Gak lebih”
    Hening !!!!
    “Semenjak kita bertemu di pameran dulu. Kamu menghindar” kali ini Mr. Mike duduk di sampingku dan memegang tanganku. “Maafkan aku Hanny. Kalau selama ini aku telah membuat kamu menyimpan harapan yang besar terhadapku. Yang ternyata aku sendiri yang merusak semua harapan besarmu itu. Aku harap kamu mau mengerti”
    “Iya” aku berdiri dan mengangkat kepala. Aku berusaha agar terlihat tegar di depan Mr. Mike, walaupun aku tahu. Hatiku sakit.
    “Aku sangat mengerti. Aku harusnya nyadar diri kalo aku gak pantas untukmu” kalimat itu sontak keluar dari mulutku. Entah kekuatan apa yang saat itu merasuk dalam diriku. Aku berlari meninggalkan Ruangan Kepala Sekolah dan tersedu menangis di lapangan bola yang sepi.
    #     #     #

    Seorang aku yang mencintai gurunya sendiri. Akankah aku bisa bangkit dan tersenyum kembali setelah tahu cinta tak dipihak-ku? Akankah aku temukan cinta yang lain, yang akan memberikan warna di hidupku lagi?
    Saat seseorang yang kita sayang telah pergi, itulah saat kita harus berjuang untuk mulai tersenyum kembali........ :D KEEP SMILE!!!!!!!!!!!!


    THE AND
  • Copyright © 2013 - Nisekoi - All Right Reserved

    BBS FAJAR SHOBIH™ Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan